Ruslan M Daud: “Saya Sudah Minta Pak Dirjen SDA Putuskan Kontrak Dengan PT. RJ”


 ACEH UTARA (Waspada): Anggota Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia (DPR-RI) asal Aceh, H Ruslan M Daud (HRD), pada tanggal 1 September dalam forum resmi di Jakarta yaitu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), meminta Dirjen SDA untuk memutuskan kontrak dengan PT. RJ terkait pembangunan Bendung Krueng Pase yang tidak kunjung selesai dikerjakan di Aceh Utara.


Rapat Dengar Pendapat tersebut, juga diikuti oleh Kepala Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera 1 Banda Aceh, Heru, secara virtual.



“Pak Ruslan pada kesempatan itu mengatakan kepada Dirjen SDA secara lisan bahwa progres pembangunan Bendung Krueng Pase sangat lambat membatalkan kontrak dengan PT RJ. Mengingat petani di 9 kecamatan di Aceh Utara sudah sangat membutuhkan suplai air irigasi ke areal persawahan. Sementara pekerjaan lambat sekali dikerjakan oleh PT tersebut,” kata Muhammad Adam, Tenaga Ahli (TA) Ruslan M Daud, Rabu (7/9) via telepon kepada Waspada.


Jika diputuskan kontrak pekerjaan tersebut dengan PT RJ, kata Muhammad Adam, akan berdampak dan menimbulkan kerugian bagi petani karena akan memperpanjang waktu mereka tidak bisa turun ke sawah tetapi PT RJ akan semakin besar kepala dan pekerjaan mereka tetap lambat.


“Kalau kontrak diputuskan, maka sisa anggaran untuk sisa pekerjaan tersebut akan ditender ulang, maka untuk proses tender memakan waktu yang lumayan lama. Kita lihatlah nanti bagaimana selanjutnya,” sebut Adam.


Memang, sebut Adam, paket proyek pembangunan Bendung Krueng Pase merupakan proyek multiyears dalam masa dua tahun anggaran untuk tahun 2021-2022. “Ini sudah masuk dalam tahun anggaran ke dua, tapi progresnya masih rendah. Ini yang kita sesali,” sebut Adam.


Lambannya pekerjaan pembangunan Bendung Krueng Pase oleh PT RJ telah menimbulkan berbagai dampak buruk dalam lingkungan masyarakat di 9 kecamatan di Aceh Utara itu.


“Dua kali sudah gagal turun ke sawah dan ini yang ke tiga kalinya. Dampak buruk itu bisa terjadi pada perubahan psikologi kepala rumah tangga, meningkatnya pencurian dan kriminal karena desakan ekonomi dan berbagai hal lainnya. Bukankah itu sangat buruk,” tanya Adam.


Ditanya apa tanggapan Kepala BWS Sumatera 1 Banda Aceh, Heru, saat mendengar permintaan pemutusan kontrak pekerjaan dengan PT RJ kepada Dirjen SDA oleh Ruslan M Daud.


“Pak Heru tidak berkomentar karena memang, Pak Heru mengikuti RDP tersebut secara virtual, tapi dia ikut mendengar dan sudah cukup memahami persoalan yang dialami oleh petani sawah di 9 kecamatan di Aceh Utara,” sebut Adam lagi.


Pun demikian, kata Adam, Dirjen SDA merespon semua aspirasi masyarakat yang disampaikan oleh semua pihak dan memang tidak ditanggapi secara satu per satu, namun Dirjen SDA mengaku akan menindaklanjuti setiap laporan yang sudah disampaikan kepada pihaknya.


“Bahkan Pak Dirjen SDA sempat menjawab secara khusus perihal proyek Bendung Krueng Pase, hanya saja saya lupa merekam waktu itu. Intinya, Pak Dirjen sangat peduli,” ucapnya.


Ditanya siapa yang berhak memutuskan kontrak pekerjaan tersebut, Adam mengatakan Dirjem SDA sangat berhak dan bahkan kata dia, pemutusan kontrak pekerjaan dengan PT RJ dapat dilakukan oleh Ka Satker yang berada di bawah Kepala BWS Sumatera 1 Banda Aceh, Heru.


“Saya pikir sudah cukup syarat untuk melakukan itu, karena saya menilai PT RJ telah melanggar undang-undangan pelelangan dan dal dokumen pelelangan sudah disebutkan hal-hal yang tidak boleh dilanggar dan salah satu pelanggarannya yaitu lebat dalam melaksanakan progres di lapangan,” terang Adam.


Sebagai anggota legislatif, kata Adam, HRD telah menjalankan fungsinya dengan cukup baik dengan alasan, untuk persoalan ini beberapa bulan lalu, HRD bersama dengan tim telah turun langsung ke lokasi proyek di Meurah Mulia, Aceh Utara. Ketika itu, HRD meminta pihak pelaksana proyek untuk mempercepat pekerjaan dan mamang hasilnya dipercepat akan tetapi hanya sebentar kemudian kembali melambat.


“Tinggal sekarang pihak eksekutif yang harus bertindak tegas terhadap persoalan ini, bukan hanya Pj Gubernur Aceh tetapi Pj Aceh Utar juga sebagai pemilik bangunan tersebut. Memang Aceh Utara bukanlah kuasa pengguna anggaran tetapi memiliki tanggungjawab moril,” ulasnya, seraya menyebutkan, sementara HRD telah menempuh banyak cara mulai dari lapisan bawah hingga ke Kementerian PUPR.


Kepala BWS Sumatera 1 Banda Aceh Heru ketika dikonfirmasi via WhatsApp +62 815xxxx990 oleh Waspada terkait persoalan di atas tidak memberikan tanggapan apapun. Padahal, Heru telah membaca pertanyaan Waspada di WhatsApp miliknya, ditandai dengan centang biru. (b07)